Upacara adat
mantu kucing merupakan upacara adat untuk memohon kepada Tuhan Ynag
Maha Esa agar menurunkan hujan di daerah orang-orang yang mengadakan
upacara tersebut. Upacara ini dilaksanakan bila tiba musim kemarau yang
berkepanjangan dan berdampak negatif terhadap warga masyarakat yang
masih agraris.
Upacara adat
ini diangkat dari tradisi masyarakat desa Purworejo. Desa Purworejo
merupakan salah satu desa di Kota Pacitan yang terletak kurang lebih 3
Km dari pusat kota. Desa ini termasuk dalam Kecamatan Pacitan Kabupaten
Pacitan Jawa Timur. Kondisi wilayahnya didominasi persawahan dan bukit
serta beberapa aliran sungai sebagai anak sungai Grindulu, sungai
terbesar di Kabupaten Pacitan seharusnya menjadikan desa ini tidak
kekeringan. Namun pada kenyataannya hampir setiap tahun desa ini
mengalami kekeringan pada musim kemarau panjang.
Kondisi ini
yang membuahkan sebuah tradisi adat sebagai prosesi untuk meminta hujan
kepada Sang Maha Pencipta, yaitu upacara adat Mantu Kucing yang berawal
dari kejadian masa silam (tidak disebutkan tahun kejadiannya) dikisahkan
seorang warga desa yang memperoleh “wisik” (petunjuk dari Alloh) agar
turun hujan, maka mereka harus melaksanakan upacara mantu kucing. Waktu
itu para sesepuh desa segera mengadakan musyawarah untuk melaksanakan
upacara mantu kucing, sebagai bukti kepercayaan dan kepatuhan mereka
terhadap Sang Maha Pencipta sesuai wisik yang diperoleh.
Upacara ini
menyerupai upacara adat di Yunani purba, yakni sewaktu kemarau panjang
rakyatnya mengadakan upacara menyembelih kambing jantan (tragos) agar
dewa Zeus berkenan menurunkan hujan di daerah yang dilanda kemarau
panjang.
Sekalipun
yang dinikahkan seekor kucing, masyarakat Pacitan menyebut dua ekor
kucing yang dinikahkan itu dengan istilah pengantin (manten, dalam
bahasa Jawa) dan sampai saat ini upacara Mantu Kucing masih rutin
dilakukan oleh warga desa Purworejo ketika musim kemarau panjang melanda
desa mereka.
0 komentar:
Posting Komentar